Wednesday, March 26, 2014

Atmosfer Perekonomian Sang Garuda Dari Zamannya



      
      Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi).
      Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan. Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga saat ini.
      Seusai masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa, yaitu masa orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
 

ORDE LAMA (1945 – 1965)
      Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan orde lama memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Dekade 1950 sampai dengan 1965 yang dilanda oleh gejolak politik di dalam negeri dan beberapa daerah, seperti Sumatra dan Sulawesi.
  • Keadaan perekonomian yang sangat buruk, waalaupun sempat memiliki lajju rata-rata 7% dan kemudian turun hingga drastis di 1,9% dan nyaris stagflasi selama 1965-1966.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (1951-1966)
Tahun
Indeks
(1951 = 100)
%
Pertumbuhan
Tahun
Indeks
%
Perubahan
1951
100,0
-
1960
146,8
-1,5
1952
103,8
3,8
1961
149,4
1,7
1953
126,8
22,1
1962
145,3
-2,7
1954
128,6
1,4
1963
141,4
-2,7
1955
133,4
3,7
1964
144,7
2,4
1956
136,4
2,2
1965
145,5
0,5
1957
144,4
5,8
1966
146,4
0,6
1958
152,0
5,3



1959
149,1
-1,9



NB: 1951-1957 diukur dengan Pendapatan Nasional bruto (PNB)

1958-1966 diukur dengan Pendapatn Domestik bruto (PDB)
  • Tahun 1958, defisit saldo neraca pembayaran (BOP) dan anggaran pendapatan dan belanja pemerintah (APBN) terus membesar dari tahun ke tahun.
  • Kegiatan di sektor industri pertanian dan sektor industri manufaktur berada pada tingkat sangat rendah, karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung.
  • Tingkat inflasi yang tinggi dikarenakan rendahnya volume produksi (dari sisi suplai) sedangkan tingginya tingkat permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di masyarakat.

Perkembangan Inflasi dan Jumlah Uang Beredar (1955-1966)
Tahun
Indeks Harga
(1954 = 100)
Jumlah Uang Beredar
(juta rupiah)
1955
135
12,20
1956
133
13,40
1957
206
18,90
1958
243
29,40
1959
275
34,90
1960
330
47,90
1961
644
67,90
1962
1.648
135,90
1963
3.770
263,40
1934
8.870
675,10
1965
61.400
2.582,00
1966
152.200
5.593,40
Sumber: Arndt (1994)
  • Manajemen perekonomian moneter yang buruk, banyakya rupiah yang dicetak pada saat itu untuk membiayai perang pembebasan Irian barat, serta pertikaian dengan malaysia dan Inggris.
  • Selama periode orde lama, mengalami 8 kali pergantian kabinet, yaitu:
  • Aspek positif Indonesia selama masa orde lama dapat dikatakan dengan sitem ekonomi yang sangat demokratis (1950-1959), sebelum diganti menjadi demokrasi terpimpin. Namu, tercatat dalam sejarah Indonesia, bahwa sistem politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian nasional.
  • Selama periode 1950-an, struktur ekonomi Indonesia masih merupakan peninggalan dari masa kolonial, mulai dari sektor formal yang meliputi pertambangan, distribusi transportasi, bank, dan pertanian komersil, bahkan termasuk juga sektor informal.
  • Setelah dilakukannya nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing belanda, keadaan menjadi buruk lagi dibandingkan dengan ekonomi demasa penjajahan belanda.
  • Pada september 1965, ketidakstabilan politik di Indonesia memuncak dengan terjadinya kudeta gagal dari partai komunis Indonesai (PKI) yang menyebabkan perubahan drastis terhadap politik dalam negeri dari sosialis ke kapitalis.  

ORDE BARU (1966 – 1998)
      Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan orde baru memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Perhatian pemerintah lebih tertuju kepada kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan sosial-ekonomi di tanah air.
  • Hubungan baik dengan pihak barat kemnbali terjalin dan menjauhi ideologhi komunis. Indonesia kembali menjadi anggota BB dan lembaga lain, seperti bank Dunia dan dana Moneter Internasional (IMF).
  • Dilakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik, serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri dengan sasaran utama untuk menekan laju inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada orde lama.
  • April 1969, repelita I dimulai dengan penekanan pembanguan sektor pertanian dan agroindustri (seperti pupuk, semen, kimia dasar, pulp, kertas, dan tekstil) dengan tujuan utama untuk membuat Indonesia menjadi swasembada, terutama untuk kebutuhan beras, sehingga untuk mencapai tujan tersebut pemeritah melakukan program pemghijauan (revolusi hijau) di sektor pertanian.
  • Keberhasilan pembanguan ekonomi pada masa orde baru nukan hanya dikarenakan kabinet yang solid, tapi juga berkat penghasilan dari ekspor minyak.


REFORMASI (1998 – SEKARANG)
       
      Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan ekonomi diIndonesia turun drastis hingga mencapai -13,16%. Laju  pertumbuhan ekonomi Indonesia pada era reformasi sekitar tahun 1999-2005 mencapai rata-rata 4.15%. Dari data di atas kelihatannya ekonomi Indonesia pada tahun  itu memiliki prospek membaik yaitu dengan terus meningkatnya laju pertumbuhan di masa depan. Antara tahun 1999-2005 sektor  riil bertumbuh  sekitar 3,33% sedangkan sector non-riil sekitar 5,1%. Pertumbuhan ekonomi yang seperti itu bisa dibilang pincang karena semestinya sector non-riil bertumbuh untuk melayani sector riil yang bertumbuh. Pada tahun-tahun sekitar tahun 2002-2005 sektor yang tinggi pertumbuhannya adalah: pengangkutan, keuangan, bangunan, dan perdagangan. Namun, pada saat yang sama tingkat pengangguran terbuka pada mulanya turun tetapi sejak tahun 2002 cenderung naik. Hal ini sangat ironis, karena pertumbuhan ekonomi pada kurun waktu yang sama berada di atas 5%. Persentase orang miskin diIndonesia pun pada tahun 2005 bertambah. Hal ini disebabkan oleh sector yang bertumbuh  itu adalah sekto non-riil bukan sector riil. Karena apabila sector riil tidak berkembang, maka pasar sector non-riil aka cepat jenuh. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sejak tahun 1998 mengarah pada pertumbuhan yang tidak berkualitas. Pertumbuhan yang tidak berkualitas adalah apabila sector yang dominan pencipta pertumbuhan itu adalah bukan sector riil dan bukan  sector basis. Misalnya, yang bertumbuh itu adalah sector listrik, bangunan, perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa (pemerintahan, social, perorangan), dimana kegiatan  itu ditujukan untuk memnuhi kebutuhan local/dalam  negeri. Dari berbagai fakta yang telah disebutkan  terdahulu, laju pertumbuhan ekonomi yang terus menerus rendah sejak era reformasi, pertumbuhan  yang tidak berkualitas, kondisi prasarana yang tidak memadai, rendahnya minat investor menanamkan modalnyadi sector riil, serta factor kondisi global, maka dapat disimpulkan bahwa ekonomi Indonesia telah  terperangkap pada pertumbuhan  rendah (Low Growth Trap). Artinya setelah ada peningkatan sekitar hingga 4-5%, maka peningkatan menjadi tersendat. Hal ini berarti ke depannya laju pertumbuhan ekonomi akan tetap rendah, tingkat pengangguran terbuka tetap tinggi, jumlah orang miskin akan tetap besar dan cenderung makin besar, mayoritas lulusan perguruan tinggi akan menjadi pengangguran atau terpaksa bekerja pada pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian  sarjana, serta akan sulit untuk dapat keluar dari perangkap tersebut. Sejak era reformasi pertumbuhan ekonomi di indonesa tidak  pernah lagi mencapai 6%. Dalam kondisi normal pertumbuhan itu berkisan 4-5%. Resiko dari pertumbuhan ekonomi yang rendah adalah terciptanya dikotomi dalam mendapatkan  peluang ekonomi atau pendapatan. Dikotomi sendiri artinya adalah pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan. Akan ada dua dikotomi yaitu dikotomi dalam kehidupan masyarakat dan dikotomi antara daerah yang banyak/masih memiliki potensi ekonomi dan daerah yang tidak lagi memiliki banyak potensi ekonomi. Dikotomi dalam kehidupan masyarakat dapat diuraikan sebagai berikut. Dalam kondisi investor asing da investor besar dalam negeri tidak ingin menanamkan modalnya di sector riil di Indonesia,sehingga investasi tidak meningkat secara tajam dan lapangan  kerja formal tidak banyak bertambah, maka cepat atau lambat akan  terjadi dikotomi dalam  kehidupan atau perekonomian masyarakat. Masyarakat yang memiliki sumber daya adalah pemilik modal termaksud pemilik lahan yang memadai atau yang memiliki keahlian atau keterampilan yang keahliannya dibutuhkan pasar. Masyarakat seperti itu akan tetap terus dapat berkembang karena mereka mampu menabung/mengakumulasi modal sehingga akan terus dapat memperluas kegiatannya/sumber pendapatannya.





http://www.scribd.com/doc/91766894/Makalah-Perekonomian-Indonesia

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.





Thursday, March 20, 2014

Perjalanan Mandiri 'Macan Asia Timur'


Korea Selatan atau nama resminya Republik Korea adalah sebuah negara berdaulat yang terletak di bagian selatan Semenanjung Korea di Asia Timur. Selepas serangan Korea Utara ke atas Korea Selatan pada 5 Juni 1950, peperangan yang tercetus antara kedua-dua Korea berakhir dengan perjanjian Genjatan Senjata. Sempadan antara kedua negaraa tersebut adalah yang paling kuat dikubui di dunia. Selepas perang, ekonomi Korea Selatan  berkembang pesat sehingga negara ini menjadi sebuah ekonomi utama dunia. Ia merupakan ekonomi keempat terbesar di Asia dan ke-15 (nominal) atau ke-12 (pariti kuada beli) terbesar di dunia. Sebelum mengetahui lebih lanjut perjalanan ekonomi dari ‘rumah kimchi’ tersebut,  ada baiknya kita mengetahui apa itu sistem perekonomian.

Pengertian Sistem Ekonomi  
Menurut Dumairy (1966), Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan, selanjutnya dikatakannya pula bahwa suatu sistem ekonomi tidaklah harus berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan pandangan,  pola, dan filsafat hidup masyarakat tempatnya berpijak.
   Sistem ekonomi merupakan perpaduan dari aturan–aturan atau cara–cara yang menjadi satu kesatuan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam perekonomian. Suatu sistem dapat diibaratkan seperti lingkaran-lingkaran kecil yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Lingkaran-lingkaran kecil tersebut merupakan suatu subsistem. Subsistem tersebut saling berinteraksi dan akhirnya membentuk suatu kesatuan sistem dalam lingkaran besar yang bergerak sesuai aturan yang ada. Berbagai permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh semua negara di dunia, hanya dapat diselesaikan berdasarkan sistem ekonomi yang dianut oleh masing–masing negara. Perbedaan penerapan sistem ekonomi dapat terjadi karena perbedaan sistem pemerintahan maupun perbedaan pemilikan sumber daya suatu negara.
Sistem ekonomi dapat berfungsi sebagai : 
  • Sarana pendorong untuk melakukan produksi 
  • Cara atau metode untuk mengorganisasi kegiatan individu
  • Menciptakan mekanisme tertentu agar distribusi barang dan jasa terlaksana dengan baik.
     
Macam-Macam Sistem Ekonomi

1) Sistem Ekonomi Sosialis-Komunistik
Dalam sistem ekonomi sosialis-komunistis adalah kebalikannya, dimana sumber daya ekonomi atau faktor produksi dikuasai sebagai milik negara. Suatu negara yang menganut sistem ekonomi sosialis-komunis, menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memajukan perekonomian. Dalam sistem ini yang menonjol adalah kebersamaan, dimana semua alat produksi adalah milik bersama (negara) dan didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 
2) Sistem Ekonomi Liberal-Kapitalis
Sistem ekonomi liberal-kapitalis adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan yang besar bagi pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi kepentingan individual atau sumber daya-sumber daya ekonomi atau faktor produksi. 
3) Sistem Ekonomi Campuran (mixed ekonomi)
Di samping kedua ekstrim sistem ekonomi tersebut, terdapat sebuah sistem yang lain yang merupakan “atas campuran : antara keduanya, dengan berbagai fariasi kadar donasinya, dengan berbagai fariasi nama dan oleh istilahnya. Sistem ekonomi campuran pada umumnya diterapkan oleh negara-negara berkembang atau negara-negara dunia ke tiga. Beberapa negara di antaranya cukup konsisten dalam meramu sistem ekonomi campuran, dalam arti kadar kapitalisnya selalu lebih tinggi (contoh Filipina) atau bobot sosialismenya lebih besar (contoh India). Namun banyak pula yang goyah dalam meramu campuran kedua sistem ini, kadang-kadang condong kapitalistik.

Perkembangan Perekonomian Korea Selatan
Perkembangan ekonomi mengacu pada masalah negara terbelakang, sedang pertumbuhan mengacu pada masalah negara maju. Menurut Schumpeter, perkembangan adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk.
Sebagai salah satu dari Macan Asia Timur Korea Selatan telah mencapai rekor pertumbuhan yang memukau, membuat Korea Selatan ekonomi terbesar ke-12 di seluruh dunia. Setelah berakhirnya PDII. Kesuksesan ini dicapai pada akhir 1980-an dengan sebuah sistem ikatan bisnis-pemerintah yang dekat, termasuk kredit langsung, pembatasan impor, pensponsoran dari industri tertentu, dan usaha kuat dari tenaga kerja. Perkembangan ekonomi Korea Selatan yang sangat pesat tidak lepas dari banyaknya pekerja asing di Korea Selatan untuk bekerja di sektor-sektor industri menengah dan kecil yang menjadi motor penggerak industri besar. Salah satu hal yang unik dalam ekonomi Korea Selatan adalah peranan chaebol (konglomerat) yang mendominasi sejak lama dan kebanyakan didirikan setelah Perang Korea. Pada 1995, di antara 30 atas chaebol, empat grup teratas Hyundai, Samsung, Daewoo, dan LG Group. Pada 2003, hanya 4 dari 18 chaebol terbesar tetap berjalan. Namun, mereka tetap mendominasi aktivitas ekonomi.
   Korea  memilih ekspor sebagai strategi pertumbuhan ekonomi mereka. Khususnya, Korea memfokuskan pada penjualan produk manufaktur ke luar negeri, dan strategi hidup demikian mendorong negara ini, dari salah satu negara paling miskin di dunia yang ambruk karena Perang, ke salah satu anggota negara G20 selama waktu hanya dalam setengah abad. Korea telah berhasil mengubah dirinya dari penerima bantuan internasional menjadi negara donor. Pada masa lalu, tulang punggung perekonomian Korea berbasis pada pengolahan bahan dan komponen yang diimpor dari luar negeri dan mengekspor produk jadi itu. Dengan perkembangan ekonomi, impor Korea juga meningkat dari pangan hingga barang merek mewah. Ini menunjukan ketergantungan terhadap barang impor semakin meningkat. Data yang diumumkan PGI kali ini adalah hasil bersama yang dikumpul oleh Bank Penyelesaian Internasional, Bank Sentral Eropa, IMF, OECD, PBB dan Bank Dunia. 
PGI untuk G20 negara itu menunjukan bahwa Korea menempati ranking teratas dalam ketergantungan pada ekspor dan impor, dan hal itu menunjukan bahwa perdagangan luar negeri menempati porsi besar dari Produk Domestik Bruto. Khususnya, krisis keuangan global baru baru ini dan resesi ekonomi akibat itu meningkatkan ketergantungan perdagangan Korea pada luar negeri, maka rasio keterganutngan Korea pada impor –ekspor mencapai kisaran 80 persen.
Krisis Finansial Asia 1997 membuka kelemahan dari model pengembangan Korea Selatan, termasuk rasio utang/persamaan yang besar, pinjaman luar yang besar, dan sektor finansial yang tidak disiplin. Kasus Korea Selatan menunjukkan kunci sukses suatu pembangunan ekonomi bukan terletak pada ada atau tidak adanya SDA (Sumber Daya Alam), tetapi pada ada tidaknya kemauan dan kemampuan manusianya, terutama level pemimpinnya, dan pada pilihan pilihan strategi kebijakan. Menurut ekonom Korea Institut for International Economic Policy, Chuk Kyo Kim, adalah karena negara ini memberikan perhatian besar pada pendidikan, pembangunan sumber daya manusia, serta investasi agresif di kegiatan penelitian dan pengembangan. 

   Sukses Korea Selatan juga ditopang oleh tumbuh suburnya jiwa kewiraswastaan, tenaga kerja yang sangat terlatih, pengelolaan utang luar negeri yang baik, pemerintahan yang relatif bersih, iklim perdagangan dunia yang liberal, makro-ekonomi yang solid, dan kondisi sosial-politik yang relatif bebas dari konflik Dari sisi strategi kebijakan, dari awal penguasa Korea Selatan menyadari pentingnya mengembangkan sektor generatif. Hal itu meliputi sektor-sektor ekonomi unggulan yang secara simultan bisa menjadi sumber akumulasi kapital dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan berbagai industri turunan dan industri terkait, sekaligus sumber inovasi teknologi dan kelembagaan, seperti pada kasus industri baja dan industri pembuatan kapal.

Dapat kita simpulkan bahwa Korea Selatan adalah bangsa dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi tercepat sepanjang sejarah. Dalam 4 dekade, sang macan berubah cepat dari negara termiskin, menjadi salah satu negara paling kaya dan tercanggih di dunia. Demikian yang dapat saya tuliskan mengenai perekonomian ‘rumah kimchi’ yang menjadi pokok bahasan saya kali ini. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kalian semua... Happy reading:)

Prof. Dr. Ny. Sajogyo P. 1985. Sosiologi Pembangunan. Jakarta
Effendi, Aan. 1988. Tata Ekonomi Dunia Dan Politik Pembangunan. Jakarta : PT. Midas Surya Grafindo.
World Compugraphic Co., Ltd. 1995. Sejarah Korea. Korea: Radio Korea Internasional.